Dihantui – Ketika masih di bangku kuliah, pernah aku ditegur oleh admin fakultas karena absensi kuliahku yang kurang dari 75 persen kehadiran. Mereka mengatakan bahwa syarat lolos mata kuliah tertentu, absensi itu harus setidaknya 75 persen. Karena semester ini hampir habis, aku pun disarankan untuk ikut perkuliahan di malam hari. Setidaknya di mata kuliah yang belum memenuhi syarat absensi. Kuliah malam hari, artinya aku harus bergabung dengan kelas karyawan.
Karena kelas karyawan dimulai jam 7, aku pun memutuskan untuk tetap berada di dalam kelas dan mengakses WiFi. Sebenarnya sih, beberapa hari yang lalu aku juga sudah mengikuti kegiatan kuliah malam. Yang paling tidak enak dari kelas malam adalah karena aku memang tidak kenal dengan orang-orang dikelas. Mereka didominasi orang-orang dewasa yang rata-rata sudah bekerja.
Singkat cerita, jam 7 pun semakin mendekat. Seiring itu pula, semakin banyak orang yang berdatagan. Kursi-kursi yang awalnya kosong kini semakin banyak diisi. Aku yang memang ada disini sedari tadi perlahan merasakan sekelilingku mulai banyak orang. Mereka mengobrol tentang keseharian mereka, dari topik yang penting sampai yang tidak penting.
Disampingku duduk seorang mas-mas berjenggot yang sedetik setelah dia duduk, dia langsung membuka handphone. Yah, secara garis besar. Ini adalah ruang kuliah yang sama seperti yang aku datangi di kelas Reguler. Bedanya, ini dilaksanakan malam hari.
15 menit berlalu dan dosen yang mengajar pun akhirnya datang. Dia mengajarkan tentang perbankan dengan menjelaskan perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah. Aku yang memang kebiasaan tidak membawa buku, mencatatnya di notepad handphoneku.
Awalnya, aku kira kuliah akan berakhir lebih cepat saat dosen itu bilang dia ada urusan. Namun dia menjelaskan bahwa akan ada dosen pengganti yang akan menggantikannya setelah ini. Seluruh kelas tentu saja langsung riuh, termasuk aku. Niat kami sama, yaitu kami ingin segera pulang. Sayangnya, saat dosen pengganti yang dimaksud memasuki kelas, seluruh mahasiswa langsung diam membisu.
DEG!
Jantungku serasa ingin berhenti saat kulihat dosen pengganti itu masuk. Dosen itu bergerak statis masuk ke kelas tanpa melangkahkan kakinya. Tentu saja, karena seluruh badannya terbalut dengan kain kafan lusuh. Dia melayang dan berhenti di samping dosen pengajar yang ingin pamit.
Seluruh kelas langsung diam tak bersuara. Mungkin karena mereka melihat sosok yang sama sepertiku. Mewakili kekagetan yang lain, aku menyikut orang yang ada disampingku.
“Mas… i-itu pocong nggak?” tanyaku.
“Ya.” Mas-mas itu membenarkan. Aku pikir, orang disampingku ini pastinya adalah indigo, pasalnya dia tidak menampakkan wajah takut sama sekali.
“Kamu nggak takut to mas?” tanyaku.
Mas itu malah menatapku dalam.
“Ngapain takut?” tanyanya.
Aku kali ini menoleh ke pocong itu, ke mas-mas dan ke dosen. Satu detik terlewat sampai aku menyadari kali ini seisi kelas menatapku.
Saat aku menyadari orang-orang ini sedikit tembus pandang, aku langsung paham kalau mereka semua bukanlah manusia.